“Mencari Waktu yang Tepat”

Ada sebuah kisah sahabat Rasulullah yang menurut saya sangat luar biasa.  Yakni kisah Ummu Sulaim RA.

.

Dari Anas, ia berkata mengenai putera dari Abu Tholhah dari istrinya Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berkata pada keluarganya, “Jangan beritahu Abu Tholhah tentang anaknya sampai aku yang memberitahukan padanya.” Diceritakan bahwa ketika Abu Tholhah pulang, istrinya Ummu Sulaim kemudian menawarkan padanya makan malam. Suaminya pun menyantap dan meminumnya. Kemudian Ummu Sulaim berdandan cantik yang belum pernah ia berdandan secantik itu. Suaminya pun bercampur dengan Ummu Sulaim. Ketika Ummu Sulaim melihat suaminya telah tenang, ia pun berkata, “Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi, apakah tidak dibolehkan untuk diambil?” Abu Tholhah menjawab, “Tidak.” Ummu Sulaim, “Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian puteramu.” Abu Tholhah lalu marah kemudian berkata, “Engkau biarkan aku tidak mengetahui hal itu hinggga aku berlumuran janabah, lalu engkau kabari tentang kematian anakku?” Abu Tholhah pun bergegas ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan apa yang terjadi pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendo’akan, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua dalam malam kalian itu.” Akhirnya, Ummu Sulaim pun hamil lagi.  (HR. Muslim no. 2144).

.

Dari kisah Ummu Sulaim tersebut, saya belajar satu hal berharga. Tentang pentingnya memilih waktu yang tepat untuk menyampaikan sesuatu, terutama hal hal sensitif. Ibunda tercinta juga pernah berpesan, bahwa sebaiknya tidsk menyampaikan pesan pesan penting pada saat suami lapar, lelah, suntuk, terburu buru, apalagi saat sedang marah.

.

Meski dalam prakteknya, sekali lagi, sulitnya bukan main. Karena ketidaksabaran, ingin segera menyampaikan, ataupun karena pergulatan emosi yang tak lagi bisa ditahan, seringkali saya salah memilih waktu dalam menyampaikan. Entah saat suami mau berangkat kerja, H-1 mengisi training, atau saat akan menguji mahasiswa. 

.

Namun ahamdulillah, dua hari yang lalu akhirnya saya berhasil mengkomunikasikan apa yang “mengganjal” pikiran dan hati saya delapan bulan terakhir. Yang karena dipendam, ternyata malah menjadi bumbu utama dalam beberapa drama hiperbolis tak perlu yang intensitasnya meningkat satu bulan ke belakang. Memendam perasaan, ternyata memang tidak akan memberikan penyelesaian. 

Selalu maju-mundur berbulan bulan karena merasa waktunya tidak pernah tepat dan lidah selalu kelu setiap kali akan menyampaikan, akhirnya dengan izin, petunjuk, dan bantuan Allah, sukses menyampaikan tanpa berbuntut drama tambahan. Alhamdulillah. Dan ternyata, setelah diungkapkan, lega luar biasa, dan bonus mendapat klarifikasi atas apa yang dirisaukan. Serta tidak seseram yang dibayangkan. 

Saya menyampaikannya ketika kondisi suami sedang tenang, bahagia, selepas shalat tarawih di masjid.

Segala macam skenario yang dirancang di kepala sudah bubar jalan. Dan akhirnya hanya sanggup mengatakan dua kata namun lugas, meski dengan sesenggukan. 

.


Alhamdulillah. Saya jadi belajar, untuk tidak menimbun emosi terlalu lama. Karena hanya akan menjadi penyakit yang menggerogoti ketentraman jiwa. Menurut saya, ketika ada yang mengganjal pemikiran dan perasaan, hanya ada dua pilihan. Maafkan dan lepaskan, atau sampaikan. Tidak ada pilihan tahan dan biarkan, karena hanya akan menumpuk sampah perasaan. 


Namun, ketika disampaikan pun, harus betul betul memilih waktu dan cara yang tepat, dan selalu meminta petunjuk Allah untuk dimudahkan 🙂

.

#day6

#tantangan10hari 

#komunikasiproduktif

#kuliahbunsayiip 

Leave a comment